Cobalihat katalog buku panduan guru ppkn harganya mulai Rp 26.900 tersebar di berbagai toko online, bandingkan jual Buku Panduan Guru Ppkn ori dan Buku Panduan Guru Ppkn kw dengan harga murah Selamat Datang di Semoga Rezekinya semakin banyak & berkah 10000x lipat Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya dan berdoa C, PENILAIAN (ASESMEN) Penilaian terhadap materi ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan guru yaitu dari pengamatan sikap, tes pengetahuan (berupa tes tulis) dan presentasi unjuk kerja/hasil karya atau projek dengan rubrik penilain sebagai nilai ketrampilan. Jangansampai murid berprasangka kepada gurunya sebab buruk sangka yang menyebabkan hilangnya keberkahan ilmu. Berbeda pendapat boleh, namun rasa hormat jangan sampai hilang dari seorang murid. Imam an-Nawawi, dalam kitabnya at-Tibyân fî Adâb Hamalati al-Qurân, menyebutkan doa agar kita terhindar dari mengetahui aib seorang guru. KeberkahanIlmu Kamis, 4 April 2019 | 14:07 WIB Ilmu yang saat di pesantren tidak dipahami olehnya, ketika sudah dibutuhkan ternyata mampu ia sampaikan dengan jelas dan lancar. " tangguh bukan hanya dalam soal ketekunan belajar, tapi lebih dari itu - totalitas dalam mengabdikan diri kepada guru dan orang-orang yang terkait dengannya. HikmahSiang : Makna Keberkahan Hidup yang Patut Diketahui Anies Ubah Nama RSUD Jadi Rumah Sehat Untuk Jakarta Kini Abu Bakar Ba'asyir Akui Pancasila, MUI: Jika Ada Muslim Menolak Pasti karena Salah Paham Anies Baswedan dan Para Buzzer Duh! Utang Tembus 7.123 T, Andi Sinulingga: Beban Serius untuk Generasi Mendatang Merdeka.com - Keterbatasan fisik sering kali membuat banyak orang tidak percaya diri. Merasa tidak bisa maksimal melakukan banyak hal. Seperti manusia normal pada umumnya. Tetapi tidak dengan Ajini Bin Senen Bin Hasan. Jemaah dari Bangka Barat, Desa Pelangas, itu teguh pada niatnya berhaji. Keterbatasan tak membuatnya lemah diri. Dia syukuri panggilan Allah SWT menginjakkan kaki BACAJUGA: Hati-hati, Hal Ini Bisa Hilangkan Keberkahan Ilmu. Tujuh gang itu jauh, dipisahkan oleh rumah, tanah dan ruang yang terbentang. Tapi inilah bentuk penghormatan, takzim, dan memuliakan penuh ketulusan. Takut ilmu yang dipelajari tidak berkah, takut pengajarannya sia-sia, dan takut kebaikan dari sang guru sirna ditelan masa. 1 keberkahan Ilmu 2. hadiah dari guru 3. kemanfaatan ilmu 4. piagam penghargaan Siswa yang menghormati dan menaati guru akan memperoleh . A. 1 dan 3 C. 2 dan 3 B. 1 dan 4 D. 2 dan 4 Urutan yang benar dalam menunaikan rukun umrah adalah . A. Ihram - thawaf - tahalul - sa'i C. thawaf, ihram, sa'i - tahalul WBz3. JAKARTA — Sejarah mencatat betapa hormatnya para ilmuwan muslim atau ulama pada gurunya. Mengapa, rasa hormat kepada sang guru akan mendatangkan rahmat dan kemuliaan. Tersebutlah seorang ulama yang disegani bahkan oleh penguasa ketika itu. Ia adalah Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. “Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat melayani guruku,” ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasakkan makanan untuk gurunya selama 30 tahun tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya. Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid. Dalam literatur pendidikan Islam, jelas terpampang bahwa pelajaran pertama yang diterima seorang murid adalah bab Adabu Mu’allim wa Muta’allim adab antara guru dan murid. Dari kitab manapun, mestilah pembelajaran dimulai dari bab ini. Si murid perlu dipahamkan, dari siapa ia menerima ilmu karena dalam pembelajaran ilmu-ilmu Islam sangat memperhatikan sanad validitas. Berbeda dengan sesuatu yang bersifat nasihat. Nasihat tak perlu memandang dari mulut siapa keluarnya nasihat itu. Berlakulah di sana pepatah Arab, unzur ma qala wala tanzur man qala lihatlah kepada apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakannya. Namun, bagi ilmu-ilmu Islam sejenis tafsir, hadis, akidah, dan cabang ilmu sejenisnya, perlu diperhatikan dari siapa si murid menerimanya. Inilah yang dipesankan Muhammad bin Sirin, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah dari siapa engkau mengambil agamamu.” Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.” Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanya-tanya, “Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?” Imam Syafi’i menjawab, “Dulu aku pernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh? Orang tua itu menjawab, “Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh.” Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari orang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Oleh MUHAMMAD RAJABOLEH MUHAMMAD RAJAB Pembelajaran tahun ajaran baru telah resmi dimulai, walaupun sebagian besar masih dilakukan secara daring. Meski begitu tentu kita berharap tidak menghilangkan keberkahan ilmu yang diajarkannya. Kata berkah berasal dari bahasa Arab, barakah, yang maknanya menurut Imam al-Ghazali adalah ziyadah al-khair, yakni bertambahnya nilai kebaikan. Ilmu yang berkah memberikan nilai kemanfaatan dan kebaikan di dalamnya. Salah satu tandanya adalah ilmu tersebut diamalkan dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain serta mendatangkan kebaikan. Oleh karena pentingnya keberkahan ilmu tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al- Walad memberi nasihat kepada para penuntut ilmu, “Meskipun engkau menuntut ilmu 100 tahun dan mengumpulkan menghafalkan kitab, engkau tidak akan bersiap sedia mendapatkan rahmat Allah kecuali dengan mengamalkannya. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran.” QS al-Najm 39, al-Kahf 110, dan 107-108, al-Taubah 82, al-Furqan 70. Keberkahan ilmu harus dimulai dengan niat yang lurus dan benar. Demikian pesan Imam az-Zarnuji 1981 32 dalam kitab Ta’līm al-Mutallim Tharīq al-Ta’allum. Beliau mengatakan, selayaknya seorang penuntut ilmu meniatkannya untuk mencari keridhaan Allah SWT, mencari kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melanggengkan Islam. Sebab, kelanggengan Islam itu harus dengan ilmu dan tidak sah kezuhudan dan ketakwaan yang didasari atas kebodohan. Selain niat, keberkahan ilmu ditentukan oleh sikap penuntut ilmu dan orang tuanya terhadap ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu tersebut, yaitu guru. Az-Zarnuji mengatakan, “Ketahuilah, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat ilmu yang bermanfaat, kecuali ia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan guru.” Dalam tradisi keilmuan Islam, penghormatan ta’dzim terhadap ustaz/guru benar-benar telah dipraktikkan. Dan ini menjadi kunci kejayaan peradaban Islam. Hal ini bisa kita lihat dari contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh orang-orang mulia. Misalnya, sahabat Ali bin Abi Thalib yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai Bab al-Ilmi atau pintu ilmu. Beliau mengatakan, “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan, ataupun tetap menjadi hambanya.” Demikian pula dengan orang tua yang seharusnya memberikan penghormatan tinggi kepada para guru anak-anaknya. Pada masa keemasan Islam, para orang tua sangat antusias menyekolahkan anak-anak mereka kepada para guru ulama. As-Shalabi 2006 117 menyebutkan dalam kitabnya, Fatih al-Qasthinthiniyah, al-Sulthan Muhammad al-Fatih, suatu ketika, guru Sang Sultan yaitu Syekh Aq Syamsuddin masuk ke istana. Saat itu, Muhammad al-Fatih sedang bermusyawarah dengan para pembesarnya. Melihat kedatangan gurunya, al-Fatih bangun dan menyambut gurunya dengan penuh hormat. Kemudian, beliau berkata kepada perdana menteri Utsmaniyah, Mahmud Pasya, “Perasaan hormatku kepada Syekh Aq Syamsuddin sangat mendalam. Apabila orang-orang lain berada di sisiku, tangan mereka akan bergetar. Sebaliknya, apabila aku melihatnya Syekh Aq Syamsuddin, tanganku yang bergetar." Keberkahan adalah sesuatu yang sulit diukur dengan parameter yang bersifat khissi konkret. Para ulama mendefinisikan البَرَكَةُ dengan النماء والزيادة bertambah dan berkembang. Al Asfahani mendefinisikan بَرَكَةٌ’, yaitu tsubut alal khoir al ilaahi fii syai’, yaitu menetapnya kebaikan dari Allah kepada sesuatu. Definisi lain berkah adalah al-khair al-katsir al-mutayazid al-mutadawim, yaitu kebaikan yang banyak terus menerus bertambah”. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberkahan ilmu, yaitu adab orang tua kepada pendidik, adab dari sang anak dan adab seorang pendidik itu sendiri, apakah ia mendidik masih bertendensi pada keduniawian. Dari beberapa faktor tersebut, mengapa semua itu terkaitkan dengan adab? Jawabannya Adab atau akhlaqul karimah adalah perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya secara syar’i, banyak sekali hadis ataupun riwayat yang menjelaskan tentang khusnul khuluq atau adab, bahkan sebagiannya Rasulullah Saw. kaitkan dengan tingkat keimanan seseorang dengan hari akhir. Sebagaimana hadis, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barang siapa yang beriman dengan hari akhir maka hendaklah memuliakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tamu.” Hr. Bukhari dan Muslim Pentingnya Khusnul Khuluq atau ta’addub kepada orang yang berilmu. Allah menegaskan dalam sebuah ayat, يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ “Allah Swt. mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat di atas yang lain”. Al Mujadilah 11 Ayat tersebut menjelaskan tentang kemuliaan orang berilmu, maka adalah sebuah pelanggaran kepada Allah Swt. apabila tidak memuliakan orang yang Allah angkat/muliakan derajatnya. Adapun pula pendidik adalah orang yang dikatakan Allah, خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ Yaitu orang terbaik dimana ia mengajarkan al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain. Dari hadis itu Allah statuskan para pendidik sebagai khairunnas, sebaik-baik manusia. Baca juga Pendidikan yang Memanusiakan Pendidik juga adalah manusia yang disabdakan Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah, para malaikat Nya, penduduk langit dan bumi sampai semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia “ HR. At-Tirmidzi Bilamana orang tua tiada lagi ihtirom kepada mu’allim, bisa dikatakan bahwa ia melawan semesta, padahal semesta telah memuliakannya. Konsep yang diterapkan para mu’allim dalam pendidikan khususnya kuttab yaitu, “الأدب قبل العلم و الإيمان قبل القرآن” Adab sebelum ilmu, iman sebelum Qur’an Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang beradab, hal ini tidak akan tercapai bilamana tidak ada qudwah dari orang tua. Metode teladan yang baik’ adalah cara yang efektif untuk menumbuhkan adab anak. Salah satu qudwah shalihat yaitu menempatkan adab orang tua, ihtirom kepada mu’allim sang anak. Sebagaimana Ali bin abi Thalib pernah berkata, “Aku adalah hamba bagi orang-orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf”. Dari perkataan Ali Radhiyallahu anhu dapat disimpulkan, bahwa orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf, maka ialah tuannya, Sedangkan para pendidik mengajarkan tak hanya satu huruf. Baca juga Mengajar Era Lalu dimana letak keberkahan ilmu sang anak? Pertama, sebuah motivasi bagi para mu’allim, di antara yang menguatkan seorang pendidik adalah sikap wali santri yaitu ihtiram kepada mu’allim sang anak. Bilamana mereka menguatkan, mendukung penuh terhadap proses pendidikan sang anak, maka hal itu menjadi motivasi bagi mu’allim, sehingga hasil tarbiyah kepada anak didik pun akan semakin kuat. Kedua, syukur kepada Allah. من لا يشكر الناس لا يشكر الله’ Barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada orang yang berjasa mendidik anak kita, dia belum berterimakasih kepada Allah Swt. Maka dari itu, penting sekali berterimakasih kepada siapapun yang berbuat baik dan Allah akan tambahkan nikmat-Nya kepadanya, لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu…” Apabila seseorang telah bersyukur, maka sempurnalah kesyukuran kita kepada orang-orang yang telah berbuat baik. Wallahu a’lam. Source Ceramah Dr. Hakimuddin Salim, Lc., disampaikan saat POMG Kuttab Ibnu Abbas Klaten, Jum’at 18 Desember 2021. Redaktur Luthfi Nur Azizah